SINYAL Hasto Kristiyanto Berpotensi Didepak dari Sekjen PDIP setelah Diperingatkan Presiden Jokowi
Baru-baru ini sejumlah pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik. Salah satunya soal penunjukan pejabat strategis.
Hasto menyindir kebiasaan Presiden Joko Widodo menunjuk orang-orang dekatnya ketika menjabat sebagai wali kota Solo untuk mengisi jabatan strategis di pemerintahan.
Hasto menilai, salah satu syarat untuk mengisi jabatan strategis dewasa ini adalah harus mengenal Jokowi sejak ia menjadi wali kota Solo.
"Di dalam penempatan jabatan strategis pun kami melihat untuk menjadi pejabat Indonesia itu harus kenal Pak Jokowi dulu di Solo, ini kan antimeritokrasi, apakah Solo betul-betul menjadi wahana penggemblengan," kata Hasto dalam acara dikusi bertajuk 'Sing Waras Sing Menang', Sabtu (30/3/2024) lalu.
Hasto pun menuding Jokowi berkhianat pada nilai-nilai yang mengedepankan proses dan perjuangan, tetapi malah melakukan nepotisme.
"Muncullah hampir seluruh keluarga Pak Jokowi, siapa yang dekat dengan Pak Jokowi untuk maju," kata dia.
Nepotisme itu kata Hasto terlihat semakin telanjang di depan mata. Ia mengatakan, sikap Jokowi tersebut merupakan tindakan yang anti terhadap meritokrasi dan hukum.
Untuk diketahui, ada cukup banyak pejabat di posisi strategis yang sudah dekat dengan Jokowi sejak sama-sama bertugas di Solo, bahkan mereka disebut sebagai Geng Solo.
Beberapa di antaranya adalah Menko Polhukam dan mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo pada 2010-2011.
Kemudian, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang pernah menjabat sebagai Komandan Distrik Militer 0735/Surakarta.
Lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang merupakan kapolres Kota Surakarta pada tahun 2011.
Terbaru, Presiden Joko Widodo melantik Marsekal Madya Mohamad Tonny Harjono sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2024).
Diperingatkan Presiden Jokowi hingga Puan Geleng-geleng Kepala
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sempat berupaya ingin mengambil alih kursi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Hal itu terungkap saat dia menjadi narasumber dalam diskusi bedah buku berjudul "NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Peristiwa tersebut, menurut Hasto, dilakukan Jokowi jauh sebelum Pemilu 2024 berlangsung.
"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi, jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima-enam bulan. Ada seorang menteri power full," kata Hasto.
Hasto mengatakan, dalam kabinet Jokowi, ada menteri powerfull dan menteri superpowerfull.
Namun, yang mendapat tugas untuk menjembatani pengambilalihan kursi ketum PDI-P ialah menteri powerfull.
"Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi.Jadi, dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan," kata Hasto.
Menurut Hasto, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDI-P. Upaya itu dinilai juga untuk mempertahankan kekuasaan yang saat ini dimilikinya.
Saat wartawan menayakan kabar upaya pengambilalihan Ketua Umum PDIP itu, Jokowi menegaskan bahwa itu tidak benar.
Presiden memperingatkan agar jangan ada anggapan (tuduhan) seperti itu. "Jangan seperti itu," tegasnya seperti dilansir Kompas.com.
Terkait pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani pun seolah heran dengan tudingan Hasto tersebut.
Putri Megawati Soekarnoputri itu lantas menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mulanya, wartawan menanyakan seperti apa respons Puan soal pernyataan Hasto itu. Namun, tidak terlontar satu patah kata pun dari Puan.
Ia hanya terlihat geleng-geleng kepala. "Sudah, apa lagi? Cukup, cukup ya, terima kasih, mohon maaf lahir batin, selamat Lebaran ya," ucap Puan.
Menyesal dukung Gibran jadi calon wali kota Solo
Sebelumnya juga, Hasto Kristiyanto secara blak-blakan mengaku menyesal dulu mencalonkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wali kota Solo 2020 lalu.
Hasto mengatakan para elite PDIP khilaf hingga mendukung Gibran hanya karena melihat kemajuan Indonesia yang dipimpin Jokowi. "Ya kami jujur saja khilaf ketika dulu ikut mencalonkan Gibran karena kami juga di sisi lain memang mengakui terhadap kemajuan yang dilakukan Pak Jokowi," ujar Hasto dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (30/3/2024).
Namun, kata Hasto, kemajuan Indonesia di era Jokowi ternyata dipicu dengan beban utang yang luar biasa.
"Tetapi setelah kami lihat lebih dalam, kemajuan ini (di era Jokowi) ternyata dipicu oleh beban utang yang sangat besar," ujarnya.
Menurutnya, utang pemerintah hampir mencapai 196 miliar USD, lalu swasta dan BUMN hampir mencapai 220 miliar USD.
"Ketika ini digabung, maka ke depan kita bisa mengalami suatu persoalan yang sangat serius," ucap Hasto.
Sebagaimana diketahui, Gibran bersama Teguh Prakosa diusung PDIP pada Pilkada Solo tahun 2022 lalu.
Namun, pernyataan Hasto ini apakah benar-benar mengimpretasikan PDI Perjuangan.
Dorong hak angket DPR RI, Tapi Tak Didukung Pua Maharani
Terkait hak angket DPR RI, setelah diusulkan Ganjar Pranowo, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan dukungan penuh.
"Hak angket DPR RI ini sesuatu yang sangat penting untuk mengoreksi terhadap berbagai kecurangan-kecurangan berupa penyalahgunaan kewenangan dari presiden itu. Jadi tunggu saja di situ momentumnya yang akan kita lakukan sebaik-baiknya," kata dia.
Hasto pun menilai, hak angket sangat perlu digulirkan karena menurutnya pihak Istana akan melakukan segala cara dalam sisa waktu pemerintahan yang tinggal 6 bulan lagi.
"Kalau sudah tanggung ya mereka akan melakukan segala cara. Maka karena angket ini menakutkan bagi pemerintah, bagi Pak Jokowi, makanya kita harus membangun kesadaran pentingnya angket ini," ujar Hasto.
Namun, sejak diwacanakan selepas Pilpres 2024, rencana mengajukan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024 seolah jalan di tempat.
Hingga saat ini, belum ada anggota DPR yang secara resmi mengajukan hak angket.
Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengakui bahwa tidak instruksi untuk menggulirkan hak angket.
Bahkan, Ketua DPR RI Puan Maharani telah menutup masa sidang untuk memasuki masa reses dan liburan Idul Fitri 2024.
Masa reses anggota DPR RI berlangsung mulai 5 April hingga 13 Mei.
Puan Maharani telah menutup masa sidang DPR di rapat paripurna di Senayan, Kamis (4/4/2024).
Penutupan ini tidak ada interupsi dari anggota DPR yang sempat mengusulkan Hak Angket dugaan kecurangan Pilpres.
Penutupan sidang DPR berjalan dengan mulus tanpa ada interupsi atau pun bantahan terkait Hak Angket yang tengah dibahas sejumlah anggota DPR RI Kubu Anies-Muhaimin.
Bahkan sidang paripurna penutupan masa sidang DPR berlangsung dengan canda tawa. Lelucon itu muncul setelah anggota Puan Maharani menutup pidato dengan pantun.
"Putih-putih bunga melati. Harum semerbak menghiasi taman. Mari bergembira di dalam hati. Menyambut bulan penuh ampunan," ujar Puan diiringi teriakan "cakep".
"Jalan-jalan ke Kota Medan. Malam harinya melihat bulan. Hati senang bertemu . Mari kita bermaaf-maafan," kata Puan lagi.
Setelah itu, barulah teriakan anggota DPR terdengar meminta THR kepada Puan.
Puan yang hendak melanjutkan pidatonya pun tampak tersenyum sembari tertawa kecil mendengar teriakan anggota DPR tersebut.
"Mantap Bu Ketua," teriak anggota DPR. "THR, Bu Ketua," seru anggota dewan yang lain.
Merespons teriakan permintaan THR tersebut, Puan hanya tertawa.
Di sisi lain, terkait belum menggulirkan hak angket mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 ini, menurut Hasto karena banyaknya tekanan.
Hasto membantah anggapan yang menyebut Ketua Umum PDIP Megawati adalah orang yang perhitungan sehingga tak kunjung menginstrukikan bergulirnya hak angket.
"(Ibu Megawati lama putuskan hak angket) bukan perhitungan, tapi tekanannya, tekanan hukumnya kan kuat sekali. Kan kalau orang ditekan, ada respons yang berani menghadapi tekanan, ada juga yang takut, kita juga maklum," kata Hasto.
Hasto mencontohkan, salah satu tekanan tersebut adalah wacana revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) untuk merebut kursi ketua DPR dari PDI-P.
Namun demikian, Hasto menegaskan bahwa kader PDI-P diajarkan untuk tidak takut sehingga ia memastikan hak angket bakal bergulir di waktu yang tepat.
Wacana Pertemuan Prabowo dengan Megawati
Politikus PDI Perjuangan atau PDIP Andreas Hugo Pareira menyebut tak ada ganjalan untuk presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri.
Menurut dia, hubungan keduanya selama ini selalu terjalin baik. "Jadi, yang pasti, setahu saya, saya mendengar dengan Prabowo tidak ada hal yang menjadi ganjalan untuk bertemu," kata Andreas kepada wartawan, Kamis (4/4/2024).
Selain itu, kata dia, pertemuan keduanya pun amat mungkin terjadi karena memang tak ada rekam jejak yang buruk dari keduanya.
"Setahu saya tidak ada hal yang luar biasa dan tidak menjadi alasan," katanya.
Ia mengatakan pertemuan keduanya bisa dilaksanakan sebelum atau setelah momen Idulfitri 1445 Hijriah.
"Ya, saya kira itu tentu ada waktu yang tepat dan mungkin bisa jadi sebelum, bisa jadi setelah," kata Andreas.
Sementara, Ketua DPP PDI P Puan Maharani menanggapi wacana pertemuan ini setelah semua proses bergulir di Mahkamah Konstitusi.
”Kita ikuti semua proses tersebut (di MK) sampai selesai,” kata Puan, dikutip Kompas.id.
Pua pun meminta untuk bersabar. "Masih lama. Oktober masih lama, sabar," ujar Puan, Kamis (4/4/2024).
Puan beralasan bahwa pelantikan Presiden-Wapres masih lama. Pelantikan diketahui baru akan terjadi pada Oktober 2024. "Masih lama," ucapnya.
Gibran Pastikan Bakal Ada Pertemuan Prabowo dan Megawati
Sama halnya dengan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan, pertemuan Prabowo Subianto dengan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri segera dilakukan.
Hal tersebut Gibran sampaikan saat ditanyai mengenai perkembangan rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati.
"Iya nanti segera," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Jumat (5/4/2024).
Ketika ditanya apakah pertemuan akan dilakukan saat momen Lebaran, putra sulung Presiden Jokowi itu tak menjelaskan secara detail. "Ya nanti," jelas Gibran.
Dia juga belum dapat memastikan lokasi pertemuan keduanya. Namun, dia memastikan tidak dilakukan di Solo. "Kok di Solo, ya enggak," ungkap suami Selvi Ananda itu.
Hasto Diduga Ingin Menyeret PDIP Menjadi Oposisi
Berbeda dengan Pua Maharani, DPP Projo menilai pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, adalah upaya menyeret PDIP menjadi oposisi di akhir pemerintahan Jokowi hingga pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Projo menilai langkah Hasto tersebut tidak lepas dari kekalahan PDIP di Pilpres 2024.
“Komentar-komentar yang tidak suportif itu residu kekalahan dalam Pilpres 2024. Di sisi lain, publik ingin rekonsiliasi untuk menyongsong Indonesia Emas 2045,” kata Bendahara Umum Projo, Panel Barus, Rabu (3/4/2024).
Panel mengatakan bahwa pilihan menjadi oposisi atau koalisi adalah bagian dari demokrasi. Akan tetapi, sikap tersebut sebaiknya disampaikan melalui partai yang mewakili rakyat. Karena itu, dia tidak memahami apakah kritik Hasto merupakan langkah politik individual atau suara partai.
“Saya tidak tahu apakah komentar Mas Hasto mengenai Pak Jokowi dan Prabowo-Gibran menggambarkan dinamika internal partai yang terjadi pasca-Pemilu 2024,” ujar Panel Barus.
Panel juga menegaskan bahwa baik Presiden Jokowi maupun Prabowo-Gibran sedang menjalin komunikasi yang intens dengan semua kekuatan politik. Komunikasi tersebut diyakininya bakal menghadirkan pemerintahan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Dia mengklaim rekam jejak pemerintahan Jokowi pada 2014-2024 sangat dirasakan oleh seluruh rakyat. Bahkan, kemenangan telak Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 adalah bukti kepercayaan rakyat, bahwa pemerintahan yang baru akan melanjutkan dan menyempurnakan program-program Jokowi.
“Publik membutuhkan kepemimpinan dan pemerintahan yang setia di garis rakyat, bukan yang baperan tak berujung,” tutur Panel Barus.
PDIP Gelar Rakernas Usai Pemilu 20024
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat membuka rakernas IV PDIP pada Jumat (29/9/2023) lalu di di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, menyampaikan PDIP akan menggelar Kongres VI pada 2025, setelah Pemilu 2024.
"Rakernas seperti yang sudah kita tahu, sangat penting karena memberikan masukan bagi arah masa depan RI, hari ini saya katakan Indonesia berdaulat di bidang pangan," kata Megawati.
Presiden Ke-5 RI ini juga mengungkapkan, PDIP akan menggelar rakernas V setelah Pemilu 2024. Namun belum diungkap apa tema yang akan diangkat.
Setelah rakernas V, Megawati menuturkan PDIP akan menggelar Kongres VI pada 2025.
"Pada 2024 kita akan mengadakan rakernas V atau terkahir dalam DPP selanjutnya Kongres VI pada 2025," tutur Megawati.
Dalam Kongres VI pada 2025 ini, nasib Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dipertanyakan melihat hiruk pikuk belakangan ini.
"Dibidik KPK"
Di sisi lain, di tengah gencarnyanya serangan Hasto tersebut, KPK menantang Hasto Kristiyanto untuk menunjukkan keberadaan Harun Masiku.
KPK berharap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP itu memberikan informasi mengenai keberadaan Harun Masiku.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri.
"Kami berharap bila yang bersangkutan (Hasto) dapat menginformasikan keberadaan Harun Masiku ada di mana saat ini, sehingga dapat kami tangkap," ujar Ali saat dimintai konfirmasi, Jumat (5/4/2024).
Harun Masiku merupakan buronan KPK yang berstatus tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR periode 2019-2024.
Ali menegaskan, langkah KPK yang kerap bertanya soal keberadaan Harun Masiku ke Hasto bukanlah bentuk intimidasi, melainkan murni upaya penegakan hukum.
Begitu Harun Masiku ditemukan, KPK akan langsung memprosesnya ke peradilan supaya ada kepastian hukum dalam kasus tersebut.
Lantas, apakah KPK akan kembali memanggil Hasto dalam kasus Harun Masiku?
"Bila penyidik nanti membutuhkan kembali sebagai saksi, pasti juga dipanggil kembali," jawab Ali.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengaku mendapat berbagai intimidasi karena mempersoalkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Berbagai intimidasi di dalam negeri ini sekarang makin kuat, saya sendiri berkali-kali diintimidasi," kata Hasto dalam acara diskusi bertajuk "Sing Waras Sing Menang", Sabtu (30/3/2024).
Hasto membeberkan, ada sejumlah bentuk intimidasi yang ia terima, salah satunya dengan mengungkit kasus Harun Masiku.
Hasto sempat beberapa kali dipanggil KPK terkait kasus tersebut.
"Kalau saya ini sudah (diintimidasi) pertama masalah pajak, kedua Harun Masiku, saya sudah beri penjelasan," ujar Hasto.
Ia menyebutkan, intimidasi lain yang diterimanya adalah disebut-sebut terlibat dalam sebuah kasus oleh pengusaha yang pernah berfoto dengannya.
Namun demikian, Hasto mengeklaim bahwa beragam intimidasi yang dialaminya itu tidak membuat gentar.
Pengakuan mantan staf Hasto
Dikutip dari Kompas.com, bekas staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri, menyebutkan bahwa uang suap yang diterima eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan berasal dari Harun Masiku.
"Semua dana dari Pak Harun," kata Saeful di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/2/2020) lalu.
Saeful merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 yang juga menyeret Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.
Menurut Saeful, Harun juga menjadi penyandang dana uang suap senilai Rp 200 juta yang diterima Wahyu pada pertengahan Desember 2019 lalu.
Saeful diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Wahyu Setiawan.
KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap ini yaitu Komisioner KPU Wahyu Setiawan, politisi PDIP Harun Masiku, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan seorang pihak swasta bernama Saeful Bahri, bekas staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Lembaga antirasuah itu menetapkan Wahyu sebagai tersangka karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW. KPK mengatakan, Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya.
Sedangkan, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengakui Saeful Bahri pernah menjadi stafnya ketika menjabat sebagai anggota DPR tahun 2009.
Kendati demikian, Hasto membantah Saeful masih menjadi stafnya hingga kasus ini mencuat.
"Seperti yang disampaikan KPU, Saeful ini dari swasta. Ya tapi saya mengenal juga. Karena pada tahun 2009 saya menjadi anggota DPR dia adalah staf saya. Tapi bukan staf sekjen ya," kata Hasto di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020) lalu.
Sumber: tribunnews
Foto: SINYAL Hasto Kristiyanto Berpotensi Didepak dari Sekjen PDIP di Kongres VI PDIP 2025, setelah Diperingatkan Presiden Jokowi. (HO)
SINYAL Hasto Kristiyanto Berpotensi Didepak dari Sekjen PDIP setelah Diperingatkan Presiden Jokowi
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar